Disebabkan Konsumsi Masyarakat Menurun dan Tingginya Inflasi: Indonesia Alami Anomali Pertumbuhan Perekonomian

ket foto: Dekan FE Unimus (kiri) dan WR I Unimus (tengah) saat berbincang di Talkshow. (foto dok)

SEMARANG (kampussemarang.com)- Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang (FE Unimus) menggelar Talkshow “Pertumbuhan Ekonomi Untuk Siapa” di kampus Unimus, Kamis (14/12/2017).

Talkshow  dibuka Wakil Rektor I (Bidang Akademik) Unimus Dr Sri Darmawati MSi. Tiga pembicara utama ditampilkan pada talkshow yaitu pakar ekonomi yang juga Dekan FE Dr Hardiwinoto MSi, Kepala Bappeda Jateng Ir Sujarwanto MSI yang diwakili Kabid Perekonomian Bappeda Endi Fais Efendi dan Komisi B DPRD Jateng Drs RM Yudhi Sancoyo MM.

Menurut Yudhi Sancoyo,  pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini termasuk tinggi mencapai angka rata-rata nasional 5,06 persen sementara pertumbuhan ekonomi di kebanyakan negara lain, terutama negara  maju, menurun sekitar di angka rata-rata 3 persen. Bahkan khusus Jateng, pertumbuhan ini mencapai 5,13 persen atau di atas rata-rata nasional. Sayangnya angka kemiskinan di Jateng sekitar 13 persen atau masih di atas rata rata angka nasional sekitar 10 persen.

Sedangkan Dr Hardiwinoto menyatakan saat ini ada anomali perekonomian Indonesia. Betul pertumbuhan ekonomi Jateng di atas nasional. Namun kalau diperhatikan secara nasional pertumbuhannya stagnan, tahun 2014 pertumbuhan 5,02%, tahun 2015 sebesar 4,8%,  tahun 2016 sebesar 5,02% dan saat ini 5,06%. Kondisi stagnan disebabkan pula pertumbuhan konsumsi masyarakat yang turun dimana kwartal terakhir 2016 turun menjadi 6,4 % dan akhir triwulan 2017 turun lagi 4,33%. Dan ini bukan karena perpindahan dari pembelian pasar riil ke online seperti diutarakan sejumlah orang tetapi nilai konsumsinya masyarakat yang menurun” ujar Dr Hardiwinoto MSi.

Lebih lanjut menurut Hardiwinoto, diakuinya pertumbuhan ekonomi nasional memang tinggi jika dibanding pertumbuhan negara maju tetapi angka inflasi Indonesia juga tinggi selama beberapa tahun di kisaran 4 %. Karena tingginya inflasi ini maka pertumbuhan ekonomi nasional secara riil hanya 1 persen saja. Di sisi lain investasi yang masuk yang diharapkan sebagai pendorong ekonomi nasional masih ada yang justru “mengambil” ekonomi nasional. Misalnya investasi asing masuk tetapi sangat banyak menggunakan tenaga asing sehingga banyak tenaga kerja nasional yang justru menganggur dengan masuknya investasi. Perlu aturan lebih ketat dan riil dalam menerima investasi asing sehingga pertumbuhan ekonomi benar benar punya bangsa dan untuk bangsa Indonesia.

“Saya habis melakukan perjalanan ke sejumlah daerah di luar Jawa dan mendapatkan ada beberapa proyek investasi asing dari Cina yang mengikutkan banyak tenaga kerja dari negara mereka dan tenaga kerja (naker) ini termasuk golongan pekerja kasar seperti tukang. Kalau pekerja kasar atau tukang Indonesia sudah sangat banyak dan ahlinya. Naker kasar asing ini “menggusur” pekerjaan naker nasional. Ada laporan tentang berkurangnya tenaga kerja lokal Indonesia di sektor konstruksi sampai 230.000 orang karena diisi tenaga kerja asing tersebut” tandas Dr Hardiwinoto.

Sementara itu pula Kabid Perekonomian Bappeda Jateng Endi Fais Efendi menyatakan prestasi tersendiri bagi Jateng yang pertumbuhan ekonominya bisa mencapai 5,13 % atau di atas angka nasional 5,06 %. Pertumbuhan ekspor propinsi ini juga naik, meski impor juga mengalami kenaikan. Pembangunan lebih ditekankan pada pembangunan infrastruktur agar distribusi barang dan jasa makin lancer dan bisa mencapai semua daerah sehingga bisa menghidupkan perekonomian. (ks01)

About Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Dies Natalis ke 54 UIN Walisongo, Menag: Pentingnya Merawat Kerukunan 

SEMARANG (kampussemarang.com)- Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menggelar sidang senat terbuka dalam rangka Dies ...