Ibu, Sang Pejuang Diversifikasi Pangan

 

Siti Aminah (foto dok)

 

*) Siti Aminah

Dosen Program Studi Teknologi Pangan

Universitas Muhammadiyah Semarang

Situasi pandemi yang masih berlangsung sejak awal tahun 2020 ini, memicu munculnya berbagai persoalan. Termsuk persoalan krisis pangan yang diprediksikan mengancam beberapa negara, tak terkecuali Indonesia. Undang-undang pangan tahun 2012 menjelaskan bahwa krisis pangan merupakan suatu kondisi kelangkaan pangan yang dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan antara lain oleh: persoalan distribusi pangan, perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan, konflik sosial. Berbagai upaya antisipasi telah dilakukan oleh Pemerintah di antaranya adalah kebijakan perubahan paradigma ketahanan pangan menjadi kemandirian pangan. Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat (UU Pangan, Tahun 2012).

Salah satu kebijakan strategis untuk mencapai kemandirian pangan adalah melalui upaya penganekaragaman konsumsi pangan atau dikenal dengan diversifikasi konsumsi pangan yang berprinsip pada gizi seimbang. Kebijakan ini merujuk pada kondisi masyarakat yang menunjukkan budaya konsumsi pangan oleh sebagain besar masyarakat khususnya dalam pemenuhan kebutuhan kalori dari sumber karbohidrat  masih didominasi oleh konsumsi beras. Data Kementrian Pertanian (Kementan)  menunjukkan  Rerata konsumsi beras rumah tangga pada tahun 2019 sebesar 94,9 kg/kapita/tahun. Untuk pemenuhan kebutuhan tersebut,  diperlukan kurang lebih 2,5 juta ton beras per bulan.  Sehingga dapat diprediksikan kebutuhan beras pada tahun-tahun mendatang akan semakin besar, sementara semakin terbatasnya ketersediaan lahan,  kondisi lingkungan, iklim, gagal panen dan situsi pandemi menjadi tantangan berat dalam penyediaan kecukupan beras. Oleh karena itu, dalam rangka mengurangi ketergantungan pada beras Kementan telah merumuskan roadmap diversifikasi pangan lokal sumber karbohidrat non beras (2020-2024).

Indonesia memiliki keragaman hayati sumber karbohidrat non beras, seperti ubi, sagu, kentang, talas, singkong dan lain-lain. Oleh sebab itu kebijakan dari Kementan dalam peningkatan penyediaan dan konsumsi pangan sumber karbohidrat alternatif pengganti beras difokuskan pada pengembangan diversifikasi pangan lokal. Semangat dalam mendorong pencapaian diversifikasi pangan lokal ini kemudian terformulasi dalam jargon Kementan “Sehat, Bahagia Dengan Pangan Lokal”.

Meskipun program diversifikasi konsumsi pangan sudah sangat lama dicanangkan, namun dalam pelaksanaan bukan tanpa kendala. Kebiasaan makan (food habit), keterbatasan pengetahuan, ketrampilan dan keahlian dalam pengolahan pangan  merupakan beberapa faktor penghambat program diversifikasi  konsumsi pangan. Konsumsi aneka ragam pangan tidak hanya memberikan kecukupan gizi yang diperlukan sehingga akan diperoleh kondisi kesehatan yang optimal, namun akan sangat membantu masyarakat dalam swasembada pangan.

Food habit seseroang merupakan refleksi dari hasil pembelajaran oleh masyarakat kecil yang disebut dengan keluarga. Food habit dapat diartikan sebagai tingkah laku seseorang atau sekompok orang dalam memenuhi kebutuhan makan untuk hidupnya yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan bahan makanan. Sikap menolak atau menerima seseorang terhadap makanan bersumber dari nilai-nilai sikap yang berasal dari lingkungan dimana seseorang itu berada.  Oleh karena itu peran domestik seorang ibu sangat penting dalam membentuk kebiasaan makan putra putrinya bahkan bisa jadi secara perlahan dapat  mempengaruhi kebiasaan makan suami atau anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu atap.

Mengapa Ibu yang menjadi fokus peran dalam pembentukan kebiasaan makan dalam keluarga?. Dari awal kehidupan di dunia Allah SWT telah menyiapkan makanan khusus untuk si bayi berupa ASI hingga usia 2 tahun. Untuk mencukupi dan melengkapi  kebutuhan gizinya sejak usia 6 bulan  secara bertahap oleh ibu  si bayi dikenalkan dengan makanan sesuai dengan umur pertumbuhanya. Disinilah peran sangat pending sang Ibu. Menyusui dan memberikan makanan tambahan bagi si bayi adalah tugas alamiah sangat mulia bagi seorang Ibu yang tidak bisa tergantikan oleh siapapun.

Ibu dalam rumah tangga adalah seorang manager yang harus ahli dan menguasai banyak ilmu. Ibu harus menjadi seorang ahli gizi yang mampu mengelola dan mengatur makanan keluarga, dari mulai penentuan menu masakan, pengadaan makanan, pengolahan dan penyiapan makanan. Menu dan komposisi bahan pada  masakan yang diberikan dan atau  disajikan di meja makan selanjutkan akan terekam oleh anak-anak sehingga mampu memberikan wawasan  pengetahuan dan sikap yang akan mempengaruhi kebiasaan makan dan  terbawa seumur hidup si anak. Inilah peran penting seorang Ibu sebagai seorang pendidik tidak hanya mahir dalam mengajarkan membaca, menulis, mengaji, kesantunan, berbudaya, dan lain-lain namun Ibu adalah peletak dasar fondasi pendidikan tentang pangan  bagi si buah hati. Sehingga akan menjadi pembentuk sikap dan perilaku dalam menentukan pilihan pangan untuk memenuhi hidupnya.

Food habit tidak dapat terbentuk secara tiba-tiba, oleh karena peran ibu dan keluarga sangat penting dalam pengenalan sejak dini baik rasa, jenis, bentuk,  keragaman bahan makanan kepada anak-anak. Sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan kemudian akan tertransfomasi pada generasi berikutnya. Pengenalan keragaman bahan-bahan pangan lokal seperti umbi-umbian, sukun, sorgum, aneka sayuran, aneka buah dan bahan-bahan sumber protein nabati serta hewani   sedari dini sangat diperlukan untuk membentuk pembiasaan anak.

Namun demikian baik secara langsung maupun tidak langsung, era revolusi dan digitalisasi saat ini juga memberikan pengaruh kepada perubahan pola makan masyarakat. Salah satu indikator adalah peningkatan jumlah konsumsi terigu dan turunannya yang semakin  menggeser posisi sumber daya pangan lokal. Ketersediaan produk produk kekinian berbasis terigu, cukup mendominasi pilihan kaum muda dalam mementukan pilihan makanan. Fasilitas belanja on line yang tersedia  dan gencarnya promosi melalui media massa sangat cukup   memberikan kemudahan untuk melakukan  transaksi pembelian makanan siap saji. Inilah salah satu tantangan berat yang dihadapi dalam upaya percepatan diversifikasi konsumsi.

Mengingat peran sentral Ibu rumah tangga dalam pendidikan diversifikasi pangan sangat penting,  maka  perlu dilakukan langkah strategis diantaranya adalah:

  1. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan perempuan dalam pengembangan pengolahan pangan lokal
  2. Sosialisasi berkelanjutan teknologi tepat guna kepada masyarakat terkait  diversifikasi pengolahan  pangan lokal, sehingga memberikan alternatif pilihan produk kekinian berbasis pangan lokal
  3. Penguatan sinergitas dari berbagai fihak untuk penyediaan dan kemudahan jangakauan perolehan bahan pangan lokal.
  4. Penguatan peran domestik perempuan dalam rumah tangga, dalam pengaturan pola makan keluarga.

Program diversifikasi konsumsi pangan saat ini menjadi sangat penting yang harus terus diperjuangan oleh semua unsur masyarakat. Sosok ibu menjadi pejuang utama dalam keberhasilan diversifikasi pangan. Konsumsi aneka ragam pangan tidak hanya berdampak pada kesehatan dan kualitas sumber daya manusia, namun secara lebih luas akan dapat menjadi alternatif pengganti ketergantungan pada salah satu jenis bahan pangan, dan ketergantungan pasokan bahan pangan dari negara lain. Sehingga kedaulan pangan akan terwujud di negara tercinta ini. ***

 

About Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Mahasiswa Teknik Listrik Industri Sekolah Vokasi  Undip  Ikuti Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi Instalasi Tenaga Listrik

  SEMARANG (kampussemarang.com)- Mahasiswa Teknik Listrik Industri dari Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro (SV Undip) aktif ...